Beranda | Artikel
Semua Sahabat Rasulullah Adalah Adil Dan Haram Hukumnya Mencaci Maki Mereka
Minggu, 28 November 2004

SEMUA SAHABAT RASULULLAH ADALAH ADIL DAN HARAM HUKUMNYA MENCACI MAKI MEREKA

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

A.TAQDIM
Para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang telah mendapatkan keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka telah berjuang bersama Rasulullah untuk menegakkan Islam dan mendakwahkannya keberbagai pelosok negeri, sehingga kita dapat merasakan ni’matnya iman dan Islam.

Perjuangan mereka dalam li’ila-i kalimatillah telah banyak menelan harta dan jiwa. Mereka adalah manusia yang sepenuhnya tunduk kepada Islam, benar-benar membela kepentingan umat Islam, setia kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa kompromi, mereka tunduk kepada hukum-hukum agama Allah, tujuan mereka adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah dan Sorga-Nya.

Model dan corak kehidupan masyarakat Islam terwujud dalam kehidupan mereka sehari-hari, model masyarakat Islam seperti yang tercermin dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah benar-benar dipraktekkan oleh mereka dan hal yang seperti ini belum pernah kita jumpai dalam sejarah umat sejak dulu sampai hari ini. Hidup mereka dilandasi Iman, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka selalu berjalan dalam prinsip-prinsip yang telah digariskan Allah.

Persoalan ‘Adalatus Shahabah (Keadilan Shahabat) sudah diyakini oleh umat Islam dari masa Shahabat sampai hari ini, bahwa merekalah orang-orang yang adil dan benar. Tetapi dalam rangkaian sejarah yang panjang ada saja kelompok yang selalu merongrong eksitensi perjuangan mereka bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kelompok/golongan ini mengaku diri mereka “Islam” ? Mereka lebih terkenal dengan nama “kelompok Syi’ah atau agama Syi’ah” karena aqidah mereka berbeda dengan aqidah kaum muslimin. Agama Syi’ah yang dianut sekarang ini adalah Agama Syi’ah Immamiyah Itsna ‘Asy’ariyah. Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asy’ariyah sejak dulu sampai hari ini telah sepakat mengkafirkan ketiga Khulafa’ur Rasyidin (mengecualikan Ali bin Abi Thalib) dan semua shahabat sesudah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kecuali 3 atau 4 shahabat.

Semua buku-buku mereka dipenuhi dengan caci makian, penghinaan, dan laknat kepada Khulafa’ur Rasyidin dan shahabat-shahabat yang lainnya. Di dalam kitab Al-Furu’ul Kaafi jilid 3 fatsal Kitabur Raudhah hal.115 karangan Al-Kulaini disebutkan : Bahwa ada seorang murid Muhammad Al-Baqir bertanya tentang Abu Bakar dan Umar. Lalu ia jawab : “Tidak ada seorangpun yang mati dari kalangan kami (Syi’ah) melainkan benci dan murka kepada Abu Bakar dan Umar”. Bahkan Khumaini dalam kitabnya Kasyful Asrar hal. 113-114 (cet. Persia) menuduh para shahabat kafir. Wal-‘Iyaadzu billah. [1]

Pengikut agama Syi’ah di Indonesia yang terdiri dari cendikiawan, mahasiswa dan orang-orang awam berusaha mencari-cari kesalahan individu dan meragukan ‘adalah (keadilan) mereka para shahabat, untuk menguatkan aqidah mereka yang rusak tentang shahabat dan tujuannya untuk merusak Agama Islam, karena bila shahabat sudah dicela maka otomatis Al-Qur’an dan Sunnah dicela, karena merekalah (shahabat) yang pertama kali menerima risalah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pengikut agama Syi’ah berusaha agar Islam ini hancur.

Membicarakan sikap dan kedudukan shahabat dan mengkritiknya berarti mengkritik Al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meragukan keadilan mereka berarti meragukan kesaksian Allah dan pujian Allah serta pujian Rasulnya terhadap mereka.

Orang-orang Syi’ah mengkritik para shahabat dengan menggunakan portongan-potongan ayat Qur’an dan hadits Nabi untuk kepentingan hawa nafsu mereka, dan meninggalkan puluhan ayat dan ratusan hadits Nabi yang shahih yang memuji keadilan shahabat.

Standar nilai dan tolok ukur prilaku mereka yang tepat adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sebagai penguat adalah pendapat Jumhur Ulama kaum Muslimin.

Oleh karena itu penulis akan paparkan nash-nash tentang ‘adalah shahabat.

B. DIFINISI SHAHABAT
1. Menurut Lughah (Bahasa).
Shahabi diambil dari kata-kata Shahabat = Persahabatan, dan bukan diambil dari ukuran tertentu yakni harus lama bersahabat, hal ini tidak demikian, bahkan persahabatan ini berlaku untuk setiap orang yang menemani orang lain sebentar atau lama. Maka dapat dikatakan seseorang menemani si fulan dalam satu masa, setahun, sebulan, sehari atau sejam. Jadi persahabatan bisa saja sebentar atau lama. Abu Bakar Al-Baqilani (338-403H) berkata : “Berdasarkan defenisi bahasa ini, maka wajib berlaku difinisi ini terhadap orang yang bersahabat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kendatipun hanya sejam di siang hari. Inilah asal kata dari kalimat Shahabat ini”. [2]

2. Menurut Istilah Ulama Ahli Hadits.
Kata Ibnu Katsir : “Shahabat adalah orang Islam yang bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun waktu bertemu dengan beliau tidak lama dan tidak meriwayatkan satu hadits pun dari beliau”.

Kata Ibnu Katsir :” Ini pendapat Jumhur Ulama Salaf dan Khalaf (=Ulama terdahulu dan belakangan)”. [3]

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani melengkapi definisi Ibnu Katsir, ia Berkata :”Definisi yang paling shahih tentang Shahabat yang telah aku teliti ialah : “Orang yang berjumpa dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan beriman dan wafat dalam keadaan Islam”. Masuk dalam difinisi ini ialah orang yang bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baik lama atau sebentar, baik meriwayatkan hadits dari beliau atau tidak, baik ikut berperang bersama beliau atau tidak. Demikian juga orang yang pernah melihat beliau sekalipun tidak duduk dalam majelis beliau, atau orang yang tidak pernah melihat beliau karena buta. Masuk dalam definisi ini orang yang beriman lalu murtad kemudian kembali lagi kedalam Islam dan wafat dalam keadaan Islam seperti Asy’ats bin Qais.

Kemudian yang tidak termasuk dari definisi shahabat ialah :

  • Orang yang bertemu beliau dalam keadaan kafir meskipun dia masuk Islam sesudah itu (yakni sesudah wafat beliau).
  • Orang yang beriman kepada Nabi Isa dari ahli kitab sebelum diutus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan setelah diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dia tidak beriman kepada beliau.
  • Orang yang beriman kepada beliau kemudian murtad dan wafat dalam keadaan murtad. Wal’iyaadzu billah. [4]

Keluar pula dari definisi shahabat ialah orang-orang munafik meskipun mereka bergaul dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah dan Rasul-Nya mencela orang-orang munafik, dan nifaq lawan dari iman, dan Allah memasukkan orang munafik tergolong orang-orang yang sesat kafir dan ahli neraka [Lihat : Al-Qur’an surat An-Nisaa/4 : 137,138,141,142,143,145. Juga surat Ali Imran/3 : 8 – 20].

Sistim mu’amalah yang diterapkan oleh Rasulullah dan para shahabat dalam bergaul dengan orang-orang munafiqin jelas menunjukan bahwa shahabat bukanlah munafiqin dan munafiqin bukanlah shahabat. Jadi tidak bisa dikatakan bahwa diantara shahabat ada yang munafik !!! Ayat-ayat Al-Qur’an dengan jelas membedakan mereka :

Allah menyuruh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi orang-orang kafir dan munafiq [At-Taubah/9:73, At-Tahriim/66:9], sedangkan kepada orang-orang yang beriman , Allah menyuruh beliau menyayangi mereka [Asy-Syu’araa’/26 :215, Al-Fath/48:29].

Orang-orang munafiq tidak mendapat ampunan dari Allah [At-Taubah/9:80, Al-Munafiquun/63:6], sedangkan orang-orang beriman mendapatkan ampunan dari Allah [Muhammad/47:19].

Nabi, para shahabat dan orang-orang yang beriman dilarang menyalatkan mayat munafiqin [At-Taubah/9:84] sedangkan mayat orang yang beriman wajib di shalatkan sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits shahih. Dan ayat-ayat lain serta hadits yang membedakan mereka.

3. Pendapat Ulama Tentang Definisi Shahabat.
Definisi yang diberikan oleh Ibnu Hajar merupakan definisi Jumhur Ulama di antara mereka ialah Imam Bukhari, Imam Ahmad, Imam Madini, Al’iraqi, Al-Khatib, Al-Baghdadi, Suyuti dll. Ibnu Hajar berkata : Inilah pendapat yang paling kuat. Di antara ahli Ushul Fiqih yang berpendapat demikian Ibnul Hajib, Al-Amidi dan lain-lain.[5]

D. BAGAIMANA BISA DIKETAHUI SESEORANG ITU DIKATAKAN SHAHABAT?
Kita dapat mengetahui seseorang itu dikatakan shahabat dengan :

  • Kabar Mutawatir seperti Khulafaur Rasyidin dan 10 orang ahli surga.
  • Kabar yang masyhur yang hampir mencapai derajat mutawatir seperti Dhamam bin Tsa’labah dan ‘Ukkaasyah bin Mihsan.
  • Dikabarkan oleh seorang shahabat lain atau oleh Tabi’i Tsiqat (terpercaya) bahwa si fulan itu seorang shahabat, seperti Hamamah bin Abi Hamamah Ad-Dausiy wafat di Ashfahan. Abu Musa Al-Asy’ari menyaksikan bahwa ia (Hamamah) mendengar hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  • Seseorang memberitakan tentang dirinya bahwa ia adalah seorang shahabat Rasulullah dan dimungkinkan bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menurut pemeriksaan ahli hadits bahwa ia memang seorang yang adil dan wafatnya tidak melebihi tahun 110H.[6].

D. MAKNA ‘ADALATUS SHAHABAH
1. Menurut Bahasa.
Adalah atau ‘Adl lawan dari Jaur artinya kejahatan. Rojulun ‘Adl maksudnya : seseorang dikatakan adil yakni seseorang itu diridhai dan diberi kesaksiannya. [Lihat Kamus Muktarus-Shihah hal. 417 cet. Darul Fikr].

2. Menurut Istilah Ahli Hadits.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Yang dimaksud dengan adil ialah orang yang mempunyai sifat ketaqwaan dan muru’ah”. [Nuzhatun Nazhar Syarah Nukhbatul-Fikar hal. 29 cet. Maktabat Thayibah tahun 1404H].

3. Penjelasan Istilah Ahli Hadits.
Maksud ‘Adalatus Shahabah ialah :”Bahwa semua shahabat ialah orang-orang yang taqwa dan wara, yakni mereka adalah orang-orang yang selalu menjauhkan maksiat dan perkara-perkara yang syubhat. Para shahabat tidak mungkin berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau menyandarkan sesuatu yang tidak sah dari beliau”. Syaikh Waliyullah Ad-Dahlawi berkata :”Dengan menyelidiki (semua keterangan) maka dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa semua shahabat berkeyakinan bahwasanya berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebesar-besar dosa, maka mereka menjaga sungguh-sungguh agar tidak terjatuh dalam berdusta atas nama beliau”.[7]

Al-Khatib Al-Baghdadi berkata :”Semua hadits yang bersambung sanadnya dari orang-orang yang meriwayatkan sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak boleh diamalkan kecuali kalau sudah diperiksa keadilan rawi-rawinya serta wajib memeriksa biografi mereka dan dikecualikan dari mereka adalah shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena ‘Adalah (keadilan) mereka sudah pasti dan sudah diketahui dengan pujian Allah atas mereka. Allah memberitakan tentang bersihnya mereka dan Allah memilih mereka (sebagai penolong Rasul-Nya) berdasarkan nash Al-Qur’an”.[8]

Imam Syairaji berkata dalam Tabshirah fi Ushulil-Fiqh hal. 329 :”Semua shahabat sudah tetap keadilannya, maka tidak perlu lagi diperiksa tentang keadaan mereka”.[9].

E. DALIL-DALIL TENTANG KEADILAN SHAHABAT DARI AL-QUR’AN DAN SUNNAH.
1. Allah Berfirman.

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰ

Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, kalian menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar dan kalian beriman kepada Allah“. [Ali-Imran/3 : 110].

وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا

“Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kalian umat yang adil dan pilihan”. [Al-Baqarah/2 : 143]

2. Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam Menjelaskan Bahwa Para Shahabat Dan Umat Islam Yang Mengikuti Jejak Mereka Adalah orang-orang yang adil.

Sebagaimana sabda beliau.
“Artinya : Dari Abu Sa’id Al-Khudri adalah ia berkata :”Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Nuh akan dipanggil pada hari kiamat. Lalu ia jawab :”Aku penuhi panggilan-Mu dan Maha Bahagia nama-Mu wahai Rabb-ku”. Allah bertanya :”Apakah sudah engkau sampaikan (dakwah/risalah) ?”. Ia berkata :”Ya sudah”. Lalu umatnya di tanya ;”Apakah ia sudah menyampaikan (risalah) kepada kalian ?.” Mereka berkata :”Tidak pernah ada pengancam (Da’i) yang datang kepada kami ?! Allah bertanya lagi pada Nuh ‘Alaihi sallam :”Siapakah yang akan menjadi saksi bagimu (bahwa kamu sudah menyampaikan risalah)?” Ia (Nuh) jawab :”Muhammad dan umatnya”. Kemudian ia menjadi saksi bahwa ia telah menyampaikan risalah, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi saksi atas kalian. Demikianlah Allah berfirman :”Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kalian umat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi saksi atas (perbuatan) kalian”. Wasath dalam ayat ini bermakna adil.[Hadits Shahih Riwayat Bukhari/Fathul Bari 8 : 171-172 No. 4487].

3.Allah Meridhai Mereka (Para Shahabat Dari Muhajirin Dan Anshar) Dan Orang-Orang Yang Mengikuti Jejak Mereka Dengan Baik.

وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalirkan sungai-sungai didalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar“. [At-Taubah/9 : 100].

لَقَدْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنِ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ يُبَايِعُوْنَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ

Sesungghnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepada mu (Muhammad) di bawah pohon“. [Al-Fath/48 : 18].

مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ مَعَهٗٓ اَشِدَّاۤءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاۤءُ بَيْنَهُمْ تَرٰىهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَّبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا

Muhammad Rasulullah dan orang-orang yang bersama beliau adalah keras terhadap orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap sesama mereka ; kalian lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya …”. [Al-Fath/48 : 29]

4. Sifat-Sifat Para Shahabat Yang Disebutkan Dalam Al-Qur’an Adalah :

  • Mereka adalah orang-orang yang benar-benar beriman [Al-Anfaal/8 : 74].
  • Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus [Al-Hujuraat/49 : 7]
  • Mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan [At-Taubah/9 : 20]
  • Mereka adalah orang-orang yang benar [At-Taubah/9 : 119]
  • Mereka adalah orang-orang yang bertaqwa [Al-Fath/48 : 26]
  • Mereka adalah orang-orang yang menjengkelkan orang-orang kafir dan mereka benci kepada kekafiran [Al-Fath/48 : 29]
  • Dan sifat-sifat lainnya yang termasuk dalam Al-Qur’an.

5. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Bersabda.
“Artinya : Sebaik-baik manusia adalah zamanku ini, kemudian yang sesudah itu, kemudian yang sesudah itu, kemudian nanti akan ada satu kaum dimana persaksian seorang dari mereka mendahului sumpahnya, dan sumpahnya itu mendahului persaksiannya”. [Hadits Shahih Riwayat Bukhari 4:189, Muslim 7:184-185, Ahmad 1:378,417,434,442 dan lain-lain].

6. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Bersabda.
“Artinya :Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir”.
Kata Ibnu Hibban :”Hadits ini sebesar-besar dalil yang menunjukkan bahwa semua shahabat adil dan tidak satupun diantara mereka yang tercela dan lemah. [Al-Jarh wat Ta’dil oleh Abi Lubabah ; Ibnu Hibban 1:123].
“Artinya : Ibnu Abbas berkata : ‘Janganlah kalian mencaci maki atau menghina para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya kedudukan salah seorang dari mereka bersama Rasulullah sesaat (sejam) itu lebih baik dari amal seorang dari kalian selama 40 (empat puluh) tahun”. [Hadits Riwayat Ibnu Batthah dengan sanad yang shahih][10]
“Artinya : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak akan masuk neraka seorang-pun dari orang-orang yang berba’iat di bawah pohon (di Hudaibiyyah)”. [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Muslim].
“Artinya : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tidak akan masuk neraka seseorang yang ikut serta dalam perang Badar dan Perjanjian Hudaibiyyah”. [Hadits Shahih Riwayat Ahmad III:396 dari Jabir].

Penjelasan :
Ayat-ayat dan hadits-hadits diatas menunjukan dengan jelas bahwa para shahabat Ridwanullahi ‘alaihim ajmain adalah orang-orang yang telah mendapat pujian dan sanjungan dari Allah dan Rasul-Nya, mereka mempunyai jasa yang besar bagi Islam dan kum Muslimin.

Islam yang diterima oleh kaum Muslimin sampai hari Kiamat adalah berkaitan dengan pengorbanan para shahabat yang ikut serta dalam perang Badar dan perang-perang lainnya demi tegaknya agama Islam. Karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan umat Islam bahwa apa yang mereka infaq-kan dan belanjakan fii-sabilillah belumlah dapat menyamai derajat para Shahabat, meskipun umat Islam ini berinfaq sebesar gunung Uhud berupa emas atau barang-barang berharga lainnya.

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata tentang Shahabat-shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :”Tidak ada seorangpun dari kalian yang dapat menyamai mereka. Mereka siang hari bergelimang pasir dan debu (di medan perang), sedang di malam hari mereka banyak berdiri, ruku’ dan sujud (beribadah kepada Allah) silih berganti, tampak kegesitan dari wajah-wajah mereka, seolah-olah mereka berpijak di bara api bila mereka ingat akan hari pembalasan (Akhirat), tampak bekas sujud di dahi mereka, bila mereka Dzikrullah berlinang air mata mereka sampai membasahi baju mereka, mereka condong laksana condongnya pohon dihembus angin yang lembut karena takut akan siksa Allah, serta mereka mengharapkan pahala dan ganjaran dari Allah”. [11] Kemudian beliau berkata lagi :”Mereka adalah shahabat-shabatku yang telah pergi, pantas kita merindukan mereka dan bersedih karena kepergian mereka” [12]

F. IJMA ‘ULAMA TENTANG ‘ADAALAH (KEADILAN0 SEMUA SHAHABAT RASULULLAH.
Al-Khatib Al-Baghdadi (beliau lahir th 392 wafat th 463) beliau berkata :”Para shahabat adalah orang-orang yang kuat imannya, bersih aqidahnya dan mereka lebih baik dari semua orang yang adil dan orang-orang yang mengeluarkan zakat yang datang sesudah mereka selama-lamanya. Ini merupakan pendapat semua Ulama”. [13]

Ibnu Abdil Barr (363-463H) berkata :”Para shahabat tidak perlu kita periksa (keadilan) mereka, karena sudah ijma’ Ahlul Haq dari kaum muslimin yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwa mereka semua Adil”. [14]

Ibnu Hazm (384-456H) berkata :”Semua shahabat adalah ‘adil, utama diridhai, maka wajib atas kita memulyakan mereka, menghormati mereka, memohonkan ampunan untuk mereka dan mencintai mereka”. [15]

Ibnu Katsir (701-774H) berkata ;”Semua shahabat adalah ‘adil menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuji mereka di dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-pun memuji prilaku dan ahlak mereka. Mereka telah mengorbankan harta dan jiwa mereka di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mereka mengharap ganjaran yang baik (dari Allah)” [16]

Sebenarnya masih banyak lagi pujian dan sanjungan para Ulama tentang ‘adalah (keadilan) shahabat, tetapi apa yang sudah disebutkan sebenarnya sudah lebih dari cukup bagi orang yang punya bashirah.

G. SIKAP PARA ULAMA TENTANG PERSELISIHAN YANG TERJADI DI ANTARA PARA SHAHABAT.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (661-728H) menerangkan dalam Fatawa-nya :”Kami menahan tentang apa-apa yang terjadi diantara mereka dan kami mengetahui bahwa sebagian cerita-cerita yang sampai kepada kami tentang (kejelekan) mereka (semuanya) adalah dusta. Mereka (para shahabat) adalah mujtahid, jika mereka benar maka mereka akan dapat dua ganjaran dan akan diberi pahala atas amal shalih mereka, serta akan diampuni dosa-dosa mereka. Adapun jika ada pada mereka kesalahan-kesalahan sungguh kebaikan dari Allah telah mereka peroleh maka sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa mereka dengan taubat mereka atau dengan perbuatan baik yang mereka kerjakan yang dapat menghapuskan dosa-dosa mereka atau dengan yang lainnya. Sesungguhnya mereka adalah sebaik-baik umat dan sebaik-baik masa, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”. [17]

Kata Ibnu Katsir :”Adapun perselisihan yang terjadi di antara mereka sesudah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ada yang terjadi secara tidak sengaja seperti Perang Jamal (antara Ali dengan ‘Aisyah) dan adapula yang terjadi berdasar ijtihad seperti Perang Shiffin (antara Ali dengan Mua’wiyah). Ijtihad terkadang benar dan terkadang salah, akan tetapi (bila salah) pelakunya akan diampuni Allah dan akan dapat ganjaran kendatipun ia salah. Adapun jika ia benar ia akan dapat dua ganjaran. Dalam hal ini Ali dan para shahabatnya lebih mendekati kepada kebenaran daripada Mu’awiyah mudah-mudahan Allah meridhai mereka semuanya (Ali, ‘Aisyah, Muawiyah dan para shahabat mereka)”.[18]

Meskipun perselisihan yang terjadi diantara para shahabat sempat membawa korban jiwa, yakni ada diantara mereka yang gugur, tetapi mereka segera bertaubat karena mereka adalah orang-orang yang selalu bertaubat kepada Allah dan Allah-pun menjanjikan taubat atas mereka. Allah berfirman.

 عَسَى اللّٰهُ اَنْ يَّتُوْبَ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ 

Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang“. [At-Taubah/9 : 102].

H. PARA SHAHABAT TIDAK MA’SHUM.
Sesungguhnya persaksian Allah dan Rasul-Nya terhadap para shahabat tentang hakikat iman mereka dan keridhaan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka tidaklah menunjukkan bahwa mereka ma’shum (terpelihara dari dosa dan kesalahan) atau mereka bersih dari ketergelinciran, karena mereka bukan Malaikat dan bukan pula para Nabi. Bahkan pernah diantara mereka segera istighfar dan taubat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Setiap anak Adam bersalah dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat”. [Hadits Hasan Riwayat Ahmad 3: 198, Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim 4:244. Shahih Jami’us Shagir 4391, Takhrijul Misykat No. 2431].

Abu Bakar Ibnul ‘Arabi berkata :”Dosa-dosa (yang dilakukan para shahabat) tidaklah menggugurkan ‘adalah (keadilan), apabila sudah ada taubat”. [19].

Kita yakin seyakin-yakinnya bahwa para shahabat yang pernah bersalah semuanya bertaubat kepada Allah dan mereka tidak bisa dikatakan nifaq atau kufur. Semua ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah telah sepakat bahwa para shahabat yang ikut serta dalam persengketaan, ikut dalam perang Jamal dan perang Shiffin, mereka adalah orang-orang yang beriman dan adil. Dan kesalahan mereka yang bersifat individu dan berjama’ah tidak menggugurkan pujian Allah atas mereka.

Abu Ja’far Muhammad bin Ali Al-Husain ketika ditanya tentang orang-orang (para shahabat) yang ikut serta dalam perang Jamal ia menjawab :”Mereka (para shahabat) adalah orang-orang yang tetap dalam keimanan dan mereka bukan orang-orang kafir”. [20]

Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud, mereka berkata :”Ali bin Abi Thalib menyalatkan jenazah para shahabat yang memihak Mu’wiyah”. [21]

I. PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG ORANG-ORANG YANG MENCACI MAKI/MENGHINA PARA SHAHABAT RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM.
Imam Malik berkata ;”Orang-orang yang membenci para Shahabat Rasulullah adalah orang-orang kafir”. [Tafsir Ibnu Katsir V hal. 367-368) atau IV hal. 216 cet. Daarus Salam Riyadh.]

Al-Qadhi ‘Iyaadh berkata :”Jumhur Ulama berpendapat bahwa orang yang menghina/mencaci maki para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam harus dihukum ta’ziir (yakni harus didera menurut kebijaksanaan hakim Islam -pen)”. [Fathul Bari VII hal. 36].

Kata Imam Abu Zur’ah Ar-Raazi (wafat th 264H):”Apabila engkau melihat seseorang mencaci maki/menghina seseorang dari shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ketahuilah bahwa orang itu adalah Zindiq (kafir). Yang demikian karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah haq, Al-Qur’an adalah haq dan apa-apa yang dibawa adalah haq dan yang menyampaikan semua itu kepada kita adalah para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka (orang-orang zindiq) itu mencela kesaksian kita agar bisa membatalkan Al-Qur’an dan Sunnah (yakni agar kita tidak percaya kepada Al-Qur’an dan Sunnah -pen). Merekalah yang pantas mendapat celaan”. [22]

Imam Al–Hafizh Syamsuddin Muhammad ‘Utsman Adz-Dzahabi yang lebih dikenal dengan Imam Adz-Dzahabi (673-747H) berkata :”Barangsiapa yang mencaci mereka (para shahabat) menghina mereka, maka sesungguhnya ia telah keluar dari agama Islam dan telah merusak kaum muslimin. Mereka yang mencaci adalah orang yang dengki dan ingkar kepada pujian Allah yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan juga mengingkari Rasulullah yang memuji mereka dengan keutamaan, tingkatan dan cinta … Memaki mereka berarti memaki pokok pembawa syari’at (yakni Rasulullah). Mencela pembawa Syari’at berarti mencela kepada apa yang dibawanya (yaitu Al-Qur’an dan Sunnah)”. [23]

J. KHATIMAH.
Apa yang telah saya terangkan dari Al-Qur’an dan Sunnah kiranya sudah cukup jelas, lebih-lebih lagi dikuatkan dengan pendapat Jumhur Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Oleh karena itu sikap kaum Mu’minim terhadap mereka (para shahabat) adalah sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, yaitu :

  • Mereka sebaik-baik ummat.
  • Kita diwajibkan mengikuti jejak langkah mereka dengan baik [At-Taubah : 100] dan tidak boleh menyimpang dari jalan mereka [An-Nisaa’/4 : 15] dan berpegang kepada Sunnah Rasul dan Khulafaur Rasyidin.
  • Semua Shahabat adalah adil
  • Kita tidak berkeyakinan bahwa para Shahabat ma’shum, karena tidak seorangpun yang ma’shum selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kita ridha kepada mereka dan kita mohonkan untuk mereka ampunan dan kita menahan dari apa yang terjadi di antara mereka [Al-Hasyr/59 : 10].

K. KESIMPULAN.
Golongan Orientalis, Yahudi dan Syi’ah adalah golongan yang paling banyak mencaci dan menghina para Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Aqidah Syi’ah yang menyatakan para Shahabat tidak adil, bahkan mereka mengkafirkan, mereka adalah orang yang sesat dan menyesatkan dan orang-orangnya dinyatakan kafir. [24]

Hukum mencaci/menghina para Shahabat adalah haram dan pelakunya akan dilaknat Allah, Malaikat dan seluruh manusia. Sabda Nabi :”Barangsiapa mencela shahabatku, maka ia mendapat laknat dari Allah, malaikat dan seluruh manusia”. [Hadist Riwayat Thabrani]

Orang Munafiq dan Murtad dan mati dalam keadaan demikian mereka adalah termasuk golongan kafir dan tidak termasuk Shahabat meskipun berjumpa dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Semua shahabat adalah adil dan tetap dikatakan orang-orang yang beriman, meskipun mereka berselisih [Al-Hujuraat/49: 9-10].

Sebesar apapun infaq yang kita keluarkan di jalan Allah tidak akan dapat menyamai derajat seorang shahabat Rasulullah. Kita wajib mencintai para shahabat. Kita seharusnya mendo’akan orang-orang yang terlebih dahulu beriman dari pada kita :

وَالَّذِيْنَ جَاۤءُوْ مِنْۢ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَآ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman ; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang“. [Al-Hasyr/59 : 10]

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 12/ThI/1415-1995, Diterbitkan oleh Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Gedung Umat Islam Lt II Kartopuran 241 A Surakarta 57152]
_______
Footnote
[1]. Lihat Shurtani Mutadhodataani oleh Abul Hasan All Al-Hasani An-Nadwi : Aqaidus Syi’ah fii Miizan hal. 85-87 oleh DR Muhammad Kamil Al-Hasyim cet. I th, 1409H/1988M
[2]. Lihat Lisanul “Arab II:7; Al-Kilayat fi ‘Ilmir Riwayah hal.51 oleh Al-Khathib Al-Baghdadi ; As-Sunnah Qablat-Tadwin hal. 387.
[3]. Al-Baa’itsul Hatsits Syarah Ikhtisar ‘Uluumil-Hadits Lil-Hafizh Ibnu Katsir oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir hal. 151 cet. Darut turats Th. 1399H/1979M.
[4]. Al-Ishabah fil Tanyizis-Shahabah I hal. 7-8 cet. Daarul-fikr 1398H.
[5]. Lihat Fathul Mughits 3/93-95, ‘Ulumul-Hadits oleh Ibnu Shaleh hal. 146 ; At-Taqyid wal-idah Al-‘Iraqi hal. 292 Alfiyah Suyuti hal. 57; Fathul Bari 7/3;Al-Ihkam fi Ushulil-Ahkam Lil-Amidi:83; Tanbih Dzawi Najabah ila ‘Adalatis Shahabah hal. 11.
[6]. Lihat Tadribur-Rawi 2:213 oleh Imam Suyuthi cet. Daarul Maktabah ilmiyah 1399H/1979M ; Fathul-Mughits 3:140 Ushulul-Hadits 405-406.
[7]. Tadribur-Rawi 2 hal. 215
[8]. Al-Kifayah fi ‘Ilmir-Riwayah hal.93
[9]. ‘Umul Hadits hal. 329, Libni Shalah ; Mudzakirah Ushulil-Fiqhlis-Syahqithi hal. 126
[10]. Lihat Syarah Aqidah Thahawiyah hal. 469 hal, Takhrij Syaikh Al-Albani
[11]. Najhul Balaghah yang di tahqiq oleh Dr. Shubhi Shaleh cet. Daarul Kutub Al-Lubnani (Beirut) hal. 143,177,178 dinukil dari Shuratani Mutadhatani, Tarjamah Bey Arifin hal. 16-17
[12]. Ibid
[13]. Al-Kifayah fi ‘Ilmir-Riwayah hal. 49; Tanbih Dzawin Najabahilla ‘Adaalatis Shahabah oleh Qurasy bin Umar bin Ahmad hal. 23
[14]. Al-Iti’ab fi Ma’rifati Ashab Juz I hal. 9 cet. Daarul Fikr 1398H
[15]. Ushulul Hadits hal. 386 dinukil dari Al-Ihkam fil Ushulil-Ahkam
[16]. Al-Baitsul-Hatsits fi Ikhtishar Ulumil Hadits hal.154
[17]. Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah jilid III hal. 406
[18]. Al-Ba’itsul Hatsits syarah Ikhtisar Ulumil hadits hal. 154
[19]. Al-‘Awashin minal Qawashim tahqiq Syaikh Muhibudin Al-Khatib hal. 94 Daarul Mathba’ah Salafiayh cet V Cairo.
[20]. Ushulul -Itiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah oleh Imam Al-Lalikai, tahqiq DR Ahmad Sa’ad Hamdan jilid V & VI hal 1059-1060 cet. Daar Thayyibah-Riyadh
[21]. Idem
[22]. Al-Awashim minal Qawashim hal. 34
[23]. Al-Khabair Adz-Dahabi, tahqiq Abu Khalid Al-husain bin Muhammad as-Sa’idl hal. 352-353 Daarul Fikr th 1408H cet. I
[24]. Limaza Kafaral ‘ulama Al-Khumaini oleh Wajih Al-Madini cet. cairo I 1408H; Aqaidus Syi’ah fil Mizan oleh Dr Muhammad Kamil Al-Hasyimi cet I, th 1409


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1195-semua-sahabat-rasulullah-adalah-adil-dan-haram-hukumnya-mencaci-maki-mereka.html